ETIKA PROFESI AKUNTAN TERHADAP PERILAKU TIDAK ETIS DI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
Dian Kusumaningtyas1) ,
Mar’atus Solikah2)
1 Fakultas Ekonomi, Universitas Nusantara PGRI Kediri Email:
Diankusumaningtyas14@gmail.com
2 Fakultas Ekonomi, Universitas Nusantara PGRI
Kediri Email: solikahkediri@gmail.com
PENDAHULUAN
Etika
merupakan suatu sikap atau perilaku yang menunjukkan bahwa seseorang secara
sadar mematuhi ketentuan atau norma yang berlaku dalam suatu kelompok
masyarakat atau organisasi. Berkaitan dengan etika para akuntan,khususnya di
Indonesia berkembang isuterjadinya beberapa pelanggaran etika, baik yang
dilakukan oleh akuntan publik, akuntan intern, maupun akuntan pemerintah
(Ludigdo,1999). Pengembangan dan kesadaran etik/moral memainkan peran kunci dalam
semua area profesi akuntansi (Louwers et al. dalam Muawanah dan Indriantoro,
2001). Profesi akuntan, apalagi jika seorang akuntan tersebut bekerja pada
lembaga keuangan syariah, secara otomatis dia harus menaati etika yang berlaku
didalam instansi dan perilaku secara pribadi juga harus sesuai dengan syariah.
Menghindari adanya penyelewengan dana, tindak kecurangan yang berimbas pada
laporan keuangan yang tidak sesuai dengan kaidah Islam. Suatu Profesi akuntan
tidak terlepas dari etika bisnis yang mana aktivitasnya melibatkan aktivitas
bisnis yang perlu pemahaman dan penerapan etika profesi seorang akuntan serta
etika bisnis (Ludigdo dan Machfoedz, 1999) meskipun bisnis ini berupa bisnis
yang bergerak dalam bidang Syariah. Akuntan mempunyai kewajiban untuk menjaga
standar perilaku etika tertinggi mereka kepada organisasi dimana mereka
bernaung, profesi mereka, masyarakat dan diri mereka sendiri. Akuntan mempunyai
tanggungjawab menjadi kompeten dan untuk menjaga integritas dan obyektivitas
mereka. Dalam menjalankan profesinya seorang akuntan secara terus menerus
berhadapan dengan dilema etika yang melibatkan pilihan antara nilai-nilai yang
bertentangan dengan lembaga, maupun kebijakan yang diberikan lembaga atas
perlakuan biaya pada laporan keuangan yang tidak sesuai dengan yang didasarkan
pada Syariah. Rumusan Masalah dalam penelitian adalah Apakah Prinsip
integritas, Prinsip khalifah, Prinsip ikhlas, Prinsip Taqwa, Prinsip kebenaran
dan bekerja secara sempurna, Prinsip Allah menyaksikan tingkah laku setiap orang,
Prinsip manusia bertanggung jawab dihadapan Allah mampu mengurangi
kecenderungan kecurangan akuntansi di Lembaga Keuangan Syariah.
KAJIAN
LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS ETIKA
Etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan
apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlaq): kumpulan asas atau
nilai yang berkenaan dengan akhlaq: nilai mengenai yang benar dan salah, yang
dianut suatu golongan atau masyarakat (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989)
Dalam islam dikenal istilah akhlak, akhlak menempati posisi yang penting dalam
Islam. Akhlak merupakan salah satu dari tiga cakupan agama Islam bersama Aqidah
dan Ibadah. Dalam beberapa ayat Al Quran Allah banyak menyinggung masalah
Akhlak atau etika. Salah satu kode etik audit dan akuntansi banyak disinggung
dalam konsep Fairness atau keadilan (Gustani, 2012) Dalam pandangan Islam
(Gustani, 2012), profesi akuntan dan auditor adalah profesi yang diperlukan
sebagai fardu kifayah. Seorang akuntan dan auditor muslim dituntut untuk
menjalani profesinya dengan akhlak yang baik untuk memenuhi tujuan sebagai
berikut:
a. Membantu
mengembangkan kesadaran etika profesi dengan membawa perhatian mereka pada
isu-isu etika yang terdapat dalam praktek profesi dan apakah setiap tindakan
dapat dipertimbangkan sebagai perilaku yang beretika sesuai dengan sudut
pandang syariah sebagai tambahan dari sekedar komitmen etika profesi yang
normal
b. Menyakinkan keakuratan dan keandalan laporan
keuangan, sehingga dapat meningkatkan kredibilitas dan kepercayaan kepada jasa
yang diberikan akuntan. Selain itu dapat meningkatkan kredibilitas dan
kepercayaan kepada jasa yang diberikan akuntan. Serta dapat meningkatkan
perlindungan kepentingan baik intitusi maupun pihak-pihak yang terkait dengan
institusi tersebut.
PRINSIP
ETIKA AUDITOR DAN AKUNTAN
Prinsip dasar etika profesi (IAPI,2008) :
·
Prinsip Integritas,
·
Prinsip Objektivitas,
·
Prinsip Kompetensi serta sikap kecermatan dan
kehati-hatian profesional,
·
Prinsip Kerahasiaan
·
Prinsip perilaku profesional.
Dalam Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia (IAI),
prinsip etika profesi akuntan yaitu:
·
Tanggung Jawab Profesi,
·
Kepentingan Publik,
·
Integritas,
·
Objektivitas,
·
kompetensi dan kehati-hatian profesional,
·
kerahasiaan,
·
perilaku profesi, dan
·
standar teknis.
·
STRUKTUR
KODE ETIK AAOIFI
Merumuskan
struktur kode etik akuntan dan auditor syariah untuk lembaga keuangan syariah
dibagi menjadi tiga bagian. Pertama merupakan pondasi syariat dari kode etik
akuntan dan auditor syariah, yang berupa dasar-dasar hukum dari kode etik itu
sendiri. Kedua merupakan prinsip etika akuntan dan auditor syariah yang yang
berisi prinsip etika yang berlaku umum diambil dari dasar syariat dan kode etik
profesional yang berlaku. Ketiga merupakan aturan kode etik akuntan dan auditor
syariah yang berisi apa yang seharusnya menjadi perilaku akuntan dan auditor
syariah.
ETIKA PROFESI
Islam
mengatur berbagai aspek dalam kehidupan manusia dengan etika, termasuk profesi
seorang akuntan. AAOIFI membuat beberapa landasan Kode Etika akuntan dan
auditor Syariah sebagai berikut :
a. Prinsip Integritas
Auditor dituntut untuk
memiliki kepribadian yang dilandasi oleh sikap jujur, berani, bijaksana, dan
bertanggung jawab untuk membangun kepercayaan agar dapat memberikan dasar yang
kuat untuk pengambilan keputusan. Bersikap dan bertindak jujur merupakan
tuntutan untuk dapat dipercaya. Hasil pengawasan yang dilakukan auditor dapat
dipercaya oleh pengguna apabila auditor dapat menjunjung tinggi kejujuran.
Sikap jujur ini didukung oleh sikap berani untuk menegakkan kebenaran
(bpkp,2008).
b. Prinsip Khalifah
Allah menciptakan manusia di
bumi mengemban tugas yang cukup berat, yaitu sebagai khalifah atau pemimpin
untuk memakmurkan bumi dan segala isinya. Sebagaimana firman Allah:
“sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi” (Q.S Al
Baqarah 30). “dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi” (Q.S Al
An’am 165). “Dia telah menciptakan kamu dari tanah dan menjadikan kamu
pemakmurnya” (Q.S Hud 61). Manusia harus memperhatikan perintah dan larangan
Allah selaku pemilik semua yang ada di bumi ini dalam penggunaannya sebab
manusia akan dimintai pertanggungjawaban bagaimana ia menggunakan kekayaan itu.
c. Prinsip Ikhlas (sincerity)
Seorang akuntan harus mencari
keridhaan Allah dalam melaksanakan pekerjaannya bukan mencari nama. Dengan
ikhlas seorang akuntan tidak perlu tunduk jika mendapat pengaruh atau tekanan
luar tetapi harus berdasarkan komitmen agama, ibadah dalam melaksanakan fungsi
profesinya. Tugas profesi harus bisa dikonversikan menjadi tugas ibadah. Jika
hal ini bisa diwujudkan maka tugas akuntan menjadi bernilai ibadah dihadapan
Allah SWT disamping tugas professi yang berdimensi material dan dunia.
d. Prinsip Taqwa (Piety)
Takwa adalah sikap kepatuhan
kepada Allah, sebagai salah satu cara untuk melindungi dari hal-hal negative
serta perilaku yang bertentangan dengan syariat Islam khususnya dalam hal yang
berkaitan dengan perilaku terhadap penggunaan kekayaan atau transaksi yang
cenderung pada kezaliman dan hal lain yang tidak sesuai dengan syariat. Wujud
dari ketaqwaan adalah mematuhi semua perintah dan menjauhi larangan Allah SWT.
Allah berfirman dalam Al-Quran: “Hai-hai orang yang beriman bertakwalah kepada
Allah dengan sebenar-benarnya takwa kepadanya. (QS. Ali-Imran: 102). Dalam
salah satu hadist, Rasulullah bersabda: “takutlah kepada Allah dimanapun kamu
berada dan sertailah kejahatan dengan amal yang baik untuk menghapuskanya dan
berhubunganlah dengan manusia dengan tingkah laku yang baik”
e. Kebenaran dan bekerja secara sempurana
Akuntan tidak harus membatasi
dirinya hanya melakukan pekerjaan-pekerjaan profesi dan jabatannya tetapi juga
harus berjuang untuk mencari dan menegakkan kebenaran dan kesempurnaan tugas
profesinya dengan melaksanakan semua tugas yang dibebankan kepadanya dengan
sebaik- baik dan sesempurna mungkin. Hal ini tidak akan bisa direalisir kecuali
melalui kualifikasi akademik, pengalaman praktek, dan pemahaman serta
pengalaman keagamaan yang diramu dalam pelaksanaan tugas profesinya.
Sebagaimana Allah berfirman: “ Allah memerintahkan kamu berbuat adil dan
berbuat baik” (Al An’am: 90). “dan berbuat baiklah sesungguhnya Allah mencintai
orang- orang yang berbuat baik” (Q.S Al Baqarah 195). Dalam hadist Rasulullah
bersabda: “Allah menyukai jika seseorang dari kamu bekerja dan melaksanakan
pekerjaannya dengan sebaik- baiknya”.
f.
Allah
menyaksikan tingkah laku setiap orang
Seorang Akuntan meyakini bahwa
Allah selalu melihat dan menyaksikan semua tingkah laku hamba-hambaNya dan
selalu menyadari serta mempertimbangkan setiap tingkah laku yang tidak disukai
Allah. Ini berarti bahwa seorang akuntan harus berperilaku”taat”kepada Allah.
Sikap ini merupakan sensor diri sehingga ia mampu bertahan terus-menerus dari
godaan yang berasal dari pekerjaan profesinya. Allah berfirman: “Sesungguhnya
Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu” (An-Nisa 1).
g. Manusia bertanggungjawab dihadapan Allah
Akuntan syariah harus meyakini bahwa Allah
selalu mengamati semua perilakunya dan dia akan mempertanggungjawabkan semua
tingkah lakunya kepada Allah di akhirat baik tingkah laku dan perbuatan.
Karenanya akuntan harus berupaya untuk selalu menghindari pekerjaan yang tidak
disukai oleh Allah SWT karena dia takut akan hukuman nantinya dihari akhirat.
Sebagaimana firman Allah dalam QS Annisa ayat 6 dan QS Ali Imran ayat 199. Oleh
karenanya akuntan/auditor harus selalu ingat bahwa dia akan
mempertanggungjawabkan semua pekerjaannya dihadapan Allah dan masyarakat.
Prinsip Etika
Pada
bagian kedua dari struktur kode etik yang dibuat AAOIFI dijelaskan prinsip
etika akuntan dan auditor yang berupa kode etik profesi sebagai berikut:
a.
Dapat dipercaya (trustworthinies)
Dapat dipercaya mencakup bahwa
akuntan harus memiliki tingkat integritas dan kejujuran yang tinggi dan akuntan
juga harus dapat menghargai kerahasiaan informasi yang diketahuinya selama
pelaksanaan tugas dan jasa baik kepada organisasi atau langganannya.
b. Legitimasi
Kegiatan profesi yang
dilakukannya harus memiliki legitimasi dari hukum syariah maupun peraturan dan
perudang-undangan yan berlaku.
c. Objektivitas
Akuntan harus bertindak adil,
tidak memihak, bebas dari konflik kepentingan dan bebas dalam kenyataan maupun
dalam penampilan.
d. Kompetensi
profesi dan rajin
Akuntan harus memiliki
kompetensi profesional dan dilengkapi dengan latihan-latihan yang dibutuhkan
untuk menjalankan tugas dan jasa profesi tersebut dengan baik.
e. Perilaku
yang didorong keimanan
Akuntan harus konsisten dengan
keyakinan akan nilai islam yang berasal dari prinsip dan aturan syariah.
f.
Perilaku profesional dan standar teknik
Akuntan harus memperhatikan peraturan
profesi termasuk didalamnya standar akuntansi dan auditing untuk lembaga
keuangan syariah.
Perilaku Tidak Etis
Organisasi
atau perusahaan sebagai badan hukum dipandang sebagai individu. Berkenaan
dengan status tersebut organisasi dituntut berperilaku etis terhadap pekerja,
konsumen atau masyarakat pada umumnya. Hal demikian dibuktikan dengan adanya
berbagai tanggung jawab yang harus dipenuhi (Brooks dan Dunn, 2007: Ernawan,
2007).
Perilaku
tidak etis adalah perilaku yang menyimpang dari tugas pokok atau tujuan utama
yang telah disepakati (Dijk, 2000). Perilaku tidak etis seharusnya tidak bisa
diterima secara moral karena mengakibatkan bahaya bagi orang lain dan
lingkungan (Beu dan Buckley, 2001). Dalam praktiknya perilaku tidak etis
memiliki pola yang rumit. Sebagai gejala kompleks perilaku tidak etis sangat bergantung
pada interaksi antara karakteristik personal dengan fenomena asosial yang
muncul, lingkungan, dan faktor psikologi yang kompleks (Buckley et al., 1998).
Perilaku
tidak etis dalam penelitian ini dikatakan sebagai perilaku yang menyalahgunakan
jabatan, sumber daya organisasi, kekuasaan, dan perilaku yang tidak berbuat
apa-apa sehubungan dengan jabatan dan kekuasaannya (Tang dan Chiu, 2003).
Dikatakan Dallas (2002) perilaku tidak etis mengakibatkan iklim kerja yang
tidak sehat dan mendorong timbulnya kecenderungan kecurangan akuntansi (Lane
and O'Connell, 2009).
Kecenderungan Kecurangan Akuntansi
Definisi
tentang kecurangan akuntansi yang diberikan SAS 82, The International
Federation of Accountants (IFAC) melalui International Statements on Auditing
(ISA) 11 (dalam Colbert 2000), dan Belkaoui dan Picur (2000). Mereka semua
menfokuskan perhatian pada dua sumber risiko kecurangan, yaitu laporan keuangan
yang menipu dan ketidaktepatan aset.
Memperjelas
pendapat tersebut IAI (2001) membedakan antara kecurangan dan kekeliruan. Jika
risiko itu timbul atas dasar tindakan yang disengaja, diklasifikasikan sebagai
kecurangan. Namun jika risiko timbul karena perbuatan tidak sengaja, disebut
sebagai kekeliruan. Berdasar deskripsi tersebut KKA diartikan sebagai adanya
tindakan, kebijakan dan cara, kelicikan, penyembunyian, dan penyamaran yang
tidak semestinya secara sengaja, yaitu dalam menyajikan laporan keuangan dan
pengelolaan aset organisasi yang mengarah pada tujuan mencapai keuntungan bagi
dirinya sendiri dan menjadikan yang lain sebagai pihak yang dirugikan.
Bentuk
kecurangan laporan keuangan menurut IAI (2001) adalah:
a.
Manipulasi, pemalsuan, atau perubahan catatan akuntansi atau dokumen
pendukungnya;
b.
Penyajian yang salah;
c.
Salah penerapan prinsip secara sengaja;
d.
Ketidaktepatan aset.
Menakar
Peran Profesi sebagai Engine of Reform dalam Pembangunan Global Berkelanjutan
ISSN 2460-0784 Syariah Paper Accounting FEB
Source
: https://publikasiilmiah.ums.ac.id
No comments:
Post a Comment